Senin, 16 Januari 2017
Jokowi akan bentuk tim kerja pemantapan ideologi Pancasila
Merdeka.com - Belasan antropolog menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka. Mereka menyampaikan keluhan terkait intoleransi yang menggerogoti bidang pendidikan, ekonomi, dan hukum.
Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki mengatakan, Jokowi merespon baik keluhan tersebut.
Mengenai dimensi pendidikan, Jokowi kembali menekankan pentingnya pancasila diajarkan di sekolah-sekolah dan di lingkungan masyarakat.
"Dalam waktu dekat akan dibentuk unit kerja presiden mengenai pemantapan ideologi pancasila," kata Teten saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (16/1).
Unit kerja itu, nantinya memproduksi gagasan-gagasan berbasis Pancasila untuk diajarkan di sekolah dan masyarakat umum.
Dari dimensi ekonomi, kata Teten, dalam waktu dekat Jokowi akan meluncurkan kebijakan ekonomi baru atau new economic policy. Kebijakan ekonomi itu diluncurkan guna memberikan pemerataan, serta mengurangi kesenjangan ekonomi.
"New economi policy ini sedang digodok oleh Menko Perekonomian," jelas Teten.
Sementara untuk dimensi hukum, Jokowi memastikan bahwa setiap warga negara sama di mata hukum. Tidak boleh ada tindakan kekerasan, diskriminasi yang mengancam keberagaman.
"Pak presiden memastikan proses hukum terhadap mereka yang melakukan tindakan kekerasan akan diproses," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, antropolog, Yando Zakaria mengatakan intolerasi mulai mengancam kemajemukan bangsa. Hingga saat ini, intoleransi sudah menggerogoti dunia pendidikan, ekonomi, dan hukum.
"Banyak faktor yang menyebabkan (terjadinya intoleransi) tapi kami menekankan ke presiden untuk memberikan perhatian kepada persoalan utama yaitu dunia pendidikan. Karena persoalan-persoalan intoleransi ini berdasarkan pengamatan kami dimulai dari tingkat pendidikan paling dasar di tingkat PAUD hingga perguruan tinggi," jelas Yando.
Sementara itu, intoleransi dianggap sudah berpangkal pada hukum. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya peraturan perundang-undangan di Tanah Air yang belum mengimplementasikan semangat keberagaman. Salah satu contoh, masih banyak warga negara di luar enam agama resmi terdiskriminasi dan tidak mendapat pelayanan publik yang baik.
Mereka juga tidak dapat melanjutkan sekolah akibat kebijakan yang tidak mengakui adanya agama lain selain enam agama resmi.
"Jadi ada persoalan hukum yang kami lihat perlu disempurnakan. Ada beberapa peraturan hukum yang perlu ditinjau termasuk berpikir ulang UU Penistaan Agama, ini bukan persoalan sederhana atau dari perspektif antropologi ini menjadi sangat begitu relatif dan sangat berbahaya ketika itu dipolitisasi," ujar dia.
Adapun intoleransi pada sektor ekonomi bisa dilihat dari adanya pembagian sumber daya alam tidak merata. Di sejumlah tempat, masih terdapat warga tak mampu belum mendapatkan distribusi lahan dari pemerintah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar